LATEST UPDATES

Bulan Madu

Pengantin Baru

Rumah Tangga

Friday, August 24, 2012

Persiapan Mental Agar Pernikahan Tak Batal di Tengah Jalan

Foto Koleksi Wolipop.
Setiap pasangan pasti ingin rencana pernikahannya berjalan lancar hingga ke pelaminan dan menjalani kehidupan rumah tangga langgeng serta harmonis hingga kakek-nenek. Namun menyiapkan pernikahan bukan tanpa hambatan dan kendala. Di tengah jalan, bisa saja ada masalah atau keraguan hati yang akhirnya membuat pernikahan batal.

Salah satu faktor penyebab gagalnya menikah adalah ketidaksiapan mental. Oleh karena itu, ada hal-hal yang wajib dipertimbangkan baik dari pihak calon mempelai wanita maupun pria dalam persiapan mental sebelum memantapkan hati untuk menuju jenjang pernikahan.

"Persiapan mental kan ada aspek internal dan eksternal, yang internal dari diri sendiri. Tentu yang harus dilakukan oleh yang bersangkutan adalah kenal sungguh-sungguh dirinya, pasangan dan konteks," tutur Psikolog Ratih Ibrahim, saat ditemui wolipop di Rukan Aries Niaga, Jl. Taman Aries, Kembangan, Jakarta Barat, Senin (7/5/2012).

Konteks tersebut terdiri dari ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan (ipoleksosbudhankam). Ya, ibarat menciptakan ketahanan nasional dalam sebuah negara agar bisa maju, kuat dan berkembang, pernikahan pun memerlukan pondasi yang kuat untuk tetap kokoh, harmonis dan langgeng. Semua itu harus dimulai dari kesiapan sang calon mempelai sendiri untuk menikah.

"Aspek ipoleksosbudhankam, itu dia harus kenal semuanya. Sehingga pada saat maju menuju pelaminan sudah sangat tahu dan kenal diri sendiri. Jadi dia siap, siap artinya, apapun konsekuensinya dia tahu akan mampu menanggung dan menjalaninya," urai Ratih.

Apa itu ipoleksosbudhankam dalam persiapan pernikahan? Ideologi misalnya, apa prinsipnya dalam hidup dan tujuannya untuk menikah? Sosial budaya, tentunya berkaitan dengan status sosial dalam masyarakat, pendidikan, pekerjaan, suku, agama, persetujuan dari keluarga kedua belah pihak, dan sebagainya. Sementara pertahanan dan kemanan, semantap apa Anda memutuskan untuk menikah dan sudah siapkah dengan segala konsekuensi dari pernikahan? Bisakah Anda tahan dengan semua kendala atau tantangan yang mungkin mendera di tengah-tengah proses persiapan pernikahan?

Sementara untuk yang sifatnya eksternal, termasuk keluarga, para mantan kekasih maupun gebetan yang mungkin 'menyalip di tikungan'. Semua itu bisa diminimalisir kemungkinannya jika aspek internal tadi sudah terpenuhi.

"Jadi dia bisa fokus pada perkawinan dan tahu itu the right persin buat dia. Jadi orang-orang yang mungkin nyelip bisa diminimalkan. Pihak pasangan juga idealnya melakukan hal yang sama.

Ratih mencontohkan soal perbedaan agama. Jika berhubungan dengan pasangan yang berbeda agama, tentunya masing-masing harus tahu apa konsekuensi jika jalinan asmara itu dilanjutkan hingga ke jenjang pernikahan.

"Kalau kamu tahu agama sudah jadi masalah dari sejak pacaran, ya nggak usah diteruskan. It's so silly ketika kamu tahu ada perbedaan agama, tahu keluarga masing-masing tidak akan merestui, dan kamu sendiri sangat dilema tapi tetap dilanjutin, it's stupid aja," tukas wanita yang sehari-harinya bekerja sebagai direktur di Personal Growth Counseling and Development Center ini.

Perbedaan agama tidak jadi masalah andaikan sudah ada kesepakatan. Misalnya, masing-masing berkomitmen untuk menjalani agamanya sendiri-sendiri dan tidak akan mencampuri keyakinan satu sama lain dalam pernikahan. Atau, salah satu ada yang bersedia mengikuti agama yang lainnya.

"Tapi kalau bisa agamanya sama deh," tambah Ratih. (Wolipop)

Post a Comment

 
Copyright © 2012-2014 The Wedding